Ada dua orang lansia yang tinggal di salah satu Panti Jompo. Mereka saling mengenal sudah cukup lama. Pada suatu malam komunitasnya merayakan pesta dan mereka makan bersama di satu meja. Selama acara ramah tamah berlangsung, si opa beberapa kali main mata dengan si oma. Akhirnya dia merasa cukup berani untuk bertanya kepadanya, ”Maukah kamu menikah dengan aku?” Setelah ”memikirkannya” dalam beberapa detik, si oma itu menjawab, ”Ya, ya, saya mau!” Mereka masih sempat mengobrol sebentar. Setelah pesta usai, mereka kembali ke tempat masing-masing.
Keesokan harinya, si opa bingung. Apakah si oma itu menjawab “ya” atau “tidak?” Dia berusaha tapi sama sekali dia tak bisa ingat.. Sambil gemetaran, dia mencoba untuk menelponnya. Pertama dia menjelaskan bahwa ingatannya memang makin kacau. Kemudian dia mencoba membicarakan lagi pesta semalam. Dan karena makin percaya diri, akhirnya dia bertanya, “Hmm, saat aku mengajak kamu untuk menikah, apakah kamu menjawab ya atau tidak?” Begitu gembira dia pada saat si oma itu menjawab “Tentu saja aku menjawab ya, ya, saya mau, dan itu sungguh dengan sepenuh hatiku!” Kemudian ia melanjutkan, “Dan untung kamu menelpon, karena saya sama sekali tidak bisa ingat siapa yang meminta saya!”
Pada umumnya, dua orang mau menikah karena cinta, alias cinta romantik. Perasaan “saling suka” yang juga dianggap “saling cinta” itulah yang biasa meyakinkan pasangan untuk bersama memasuki bahtera pernikahan. Tapi ada masalah sedikit disini, yakni walaupun cinta tersebut merupakan suatu daya tarik yang sangat kuat bagi dua pribadi, namun ia tidak cukup kuat untuk merekatkan keduanya. Buktinya adalah begitu banyak hubungan suami-istri yang retak dan gagal! Saya sangat setuju dengan seorang penulis yang mengatakan bahwa yang diperlukan untuk merekatkan seorang itu dengan pasangannya bukanlah cinta (romantik) melainkan kecocokan
Pada waktu Tuhan menciptakan Hawa untuk menjadi istri Adam , Ia menetapkan satu kriteria yang khusus dan ini hanya ada pada penciptaan istri manusia, yaitu, “Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Kata “sepadan” dapat kita ganti dengan kata “cocok.” Tuhan tidak hanya menciptakan seorang wanita buat Adam yang dapat dicintainya, Ia sengaja menciptakan seorang wanita yang cocok untuk Adam. Berarti Tuhan menyatakan bahwa supaya seorang pria dan seorang wanita dapat hidup bersama, mereka harus cocok. Menarik sekali bahwa Tuhan tidak menganggap cinta (romantik) sebagai prasyarat pernikahan. Tuhan sudah memberi kita petunjuk bahwa yang terpenting bagi suami dan istri adalah kecocokan.
Mungkinkah ungkapan yang sangat indah itu: Cinta adalah segalanya, keliru? Kedatangan Tuhan Yesus menyempurnakan Cinta. Begitu besar Kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal.... Cinta sejati rela berkorban! Dengan cinta yang seperti ini memang, ”Cinta adalah segalanya!” Jadi para suami dan istri, kecocokan yang merekatkan kamu dengan pasangan hendaklah disempurnakan lagi dengan cinta sejati yang dari Tuhan. Dengan kata lain, Cintailah yang cocok dengan kamu!
[P.Noel,SDB]
DISASTROUS REMAKE OF FINAL FANTASY VIII - Trailer | Timothee Chalamet | ...
-
For more in BJ Vadis' World, visit http://vadisworld.blogspot.com and
http://vadis.multiply.com. Thankx very much!
13 hours ago
No comments:
Post a Comment